Jumat, 07 Mei 2010

Siapa M A D Y A ?

MADYA adalah singkatan dari Masyarakat Advokasi Warisan Budaya. Bukan pilihan nama yang sembarangan, namun telah dipikir masak-masak.

Masyarakat adalah kita semua yang cinta dan peduli terhadap warisan budaya. MADYA bukan milik seseorang atau sebuah kelompok, melainkan sebisa mungkin menjangkau siapa saja yang tertarik untuk berbagi kecintaan dan kepedulian serta menyebarkan kesadaran terhadap pentingnya warisan budaya kepada seluruh masyarakat, khususnya masyarakat Indonesia.

Advokasi adalah kegiatan kita, baik dalam bentuk penyebaran kesadaran maupun dalam bentuk pembelaan terhadap warisan budaya yang terancam. Kata ini membawa beban tanggung jawab yang berat terhadap nama gerakan ini, namun bukan berarti tak mungkin. Jika setiap orang mau mengusung beban sedikit, bukankah pekerjaan menjadi ringan? Untunglah kebudayaan kita mewariskan kata kunci: gotong royong, yang pada saat ini dan seterusnya nampaknya merupakan pilihan terbaik untuk membangun dan memelihara lingkungan dan warisan budaya di sekitar kita.

Warisan Budaya adalah hal-hal menyangkut warisan masa lalu yang kita pedulikan bersama.

Potret Indonesia di masa kini ibarat seorang remaja: tanpa masa lalu, tanpa orangtua, tanpa bimbingan yang baik. Yang sedang terjadi dewasa ini dalam tubuh masyarakat dan pemerintahan kita pada garis besarnya merupakan eksperimen yang hampir tak terarah, dan kadang-kadang menjurus kepada tindakan brutal, serta perampasan hak-hak kaum lemah. Deskripsi ini mungkin sedikit dramatis, tetapi ada banyak hal yang bisa membuktikannya: eksperimen dengan demokrasi selama puluhan tahun terakhir, eksperimen dengan kurikulum pendidikan yang tak pernah selesai, eksperimen dengan jaring pengaman sosial, dst. Selama eksperimen-eksperimen itu berjalan, kita melihat langsung atau membaca di koran-koran tentang adanya penggusuran, kerusuhan, penindasan terhadap kelompok minoritas, perusakan lingkungan, dst.

Indonesia bagai remaja. Seseolah upaya ribuan tahun untuk membangun kebudayaan yang nyaman bagi manusia dan ramah terhadap lingkungan, kini sia-sia hanya demi kepentingan politik atau ekonomi. Manusia terlupakan, lingkungan terinjak-injak. Kebudayaan sedang meruntuh.

Sementara bangsa kita sedang sibuk mencari-cari pegangan baru, atau nilai-nilai baru seperti misalnya demokrasi, hak asasi manusia, penegakan hukum, ideologi, dsb; secara berangsur-angsur orang melupakan hal-hal lama seperti tradisi, nilai-nilai lama, kebudayaan lama. Namun sementara nilai-nilai baru itu belum kuat mengakar di dalam masyarakat, bahkan belum kuat juga melekat di dada para advokatnya, nilai-nilai lama telah merapuh dan mulai menghilang. Benar-benar Indonesia bagai seorang remaja tanpa ingatan masa lalu, tanpa asuhan orangtua atau guru, yang nyaris tak beradab.

Ada thesis: politik sebagai panglima! Thesis lain mengatakan: ekonomi sebagai panglima!

Pada masa lalu, politik sebagai panglima bisa dibenarkan karena kita dalam perjuangan merebut eksistensi bangsa sendiri, melepas nama Hindia atau Belanda. Pada masa kini, semua orang berteriak bahwa kemajuan ekonomi akan membawa kebaikan bagi Indonesia --seseolah masalah kita hanya ekonomi semata-mata. Sebagian besar orang lupa, bahwa masalahnya bukan hanya ekonomi: ibarat remaja kaya, tanpa asuhan, tanpa bimbingan, hanya termotivasi memperkaya diri, kejahatan apa lagi yang akan terjadi?

Masalah Indonesia adalah masalah nilai. Sementara pendidikan kita masih bingung mencari arah, dan agama-agama dimanfaatkan oleh segelintir orang untuk kepentingan tertentu dengan menutup-nutupi nilai-nilai universal yang terkandung di dalamnya, kita masih punya satu bahasa yang sama: kebudayaan Indonesia.

Kebudayaan Indonesia memang masih mencari bentuk, namun melihat bagaimana bahasa Indonesia berkembang sejauh ini sejak tahun 1928, kita masih bisa optimis.

Mohon dukungan moralnya untuk kerja-kerja ke depan. Siapa saja dipersilakan untuk bergabung dengan MADYA, mengatasnamakan diri sebagai MADYA, untuk membela warisan budaya. Kita bisa merintis dan mengembangkan kepedulian ini bersama-sama. Baik yang ada di departemen pemerintah, lembaga-lembaga akademis, institusi-institusi penelitian, maupun masyarakat awam seperti yang ada di dalam MADYA selama ini.

Tak setiap kita mampu menyumbangkan segenap waktu untuk peduli kepada kebudayaan kita, tetapi setiap orang bisa peduli dan bisa menyebarkan kepedulian ini.

MADYA adalah Anda, MADYA adalah saya. MADYA adalah kita semua.

Salam Budaya!

blog comments powered by Disqus
Related Posts with Thumbnails
^ Kembali ke atas