Senin, 10 Mei 2010

Robi, Si Pemburu Bekal Kubur

looter

KARAWANG, KOMPAS.com — Robi adalah pelopor pemburu harta karun yang terdapat di makam-makam manusia protosejarah (2-4 M) yang tersebar di Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Dia memulai "karier" sebagai pemburu harta "bekal kubur" sejak tahun 1976. Gara-gara orang Karang Nangka yang mengajaknya serta dalam perburuan bawaan kubur pada tahun tersebut, Robi akhirnya berinisiatif membuat tim hingga tujuh orang di Kampung Rawa Kandang RT 04/RW 15 Desa Cikuntul. Profesi ini diakui oleh Robi, yang ditemui di kediamannya di sempadan irigasi yang membelah desanya, dilakoni hingga tahun 1991.

Lantaran jam terbangnya yang sudah tinggi itulah, dengan nalar sederhana, Robi sampai bisa mengidentifikasi bahwa ternyata ada lima golongan manusia protosejarah. Masing-masing dapat dikenali melalui temuan kerangka yang berwarna merah, kuning, hitam, putih, dan coklat.

"Yang merah itu biasanya memakai hiasan semacam cipoa (sempoa), mungkin mereka berasal dari China. Kalau tulang yang warnanya kuning suka pakai gelang tangan dan kaki berbentuk ular, mungkin itu orang India ya? Tapi saya paling suka kalau menemukan mereka yang bertulang putih karena biasanya perhiasan yang dikenakan banyak: ada kalung, penutup mata, penutup aurat untuk kerangka perempuan, dan penutup bibir," terang Robi yang kini membuka warung kelontong di muka rumahnya.

Tentang temuan kerangka yang aneka warna tersebut, menurut arkeolog Amelia dari Puslitbang Arkenas, perbedaan warna tulang yang diyakini Robi sebagai perbedaan ras, menurutnya, hanyalah karena pengaruh sedimentasi.

Kini usia Robi sudah 65 tahun. Dari kerut-merut di wajahnya, terbaca jelas jika dirinya telah melewati hidup yang berat dan keras. Maklumlah, sejak melakukan perburuan tersebut, Robi memang menggantungkan hidupnya dari gali lobang tutup lobang. Artinya, jika dia harus menggali tanah milik orang yang diyakininya terdapat harta karun, maka selain akan memberi 20 persen dari hasil perburuan, dalam perjanjian dengan pemilik tanah disebutkan bahwa Robi juga berjanji akan meratakan kembali tanah yang dia gali bersama anggota timnya.

Tentu, selain emas yang diperoleh, beberapa kali Robi juga harus berurusan dengan pihak kecamatan yang menginterogasinya. Sekurangnya dua kali dia harus berurusan dengan yang berwajib, yakni tahun 1976 dan 1985. "Saya bilang ke Pak Camat, saya tidak mencari emas, saya hanya cari makan," ujar Robi yang mengaku tak pernah ditahan tiap kali usai diinterogasi.

Berkaca pada pengalamannya, Robi yakin bahwa tanah seluas 3 hektar di kampung yang kini ditinggalinya itu dahulu adalah wilayah pemakaman. Tak heran, di tiap sudut tanah dengan tanda-tanda awal berupa adanya pecahan genteng kuno dipastikan di bawahnya terdapat kerangka manusia beserta bekal bawaannya.

Selama "berburu", Robi mengaku pernah mendapat hasil yang sangat memuaskan. Itu terjadi pada tahun 1987 saat dia memimpin tujuh orang di kampungnya untuk menemukan dua kerangka manusia yang membawa bekal kubur cukup banyak. Bekal itu mulai dari penutup kemaluan wanita, penutup mata, kemloman, gelang, hingga penutup bibir. "Saya mendapat uang Rp 2,5 juta saat itu, padahal harga emas saat itu cuma Rp 17.000," ujar Robi kepada Kompas.com, Jumat (7/5/2010).

Menurutnya, uang sebanyak itu sebagian untuk membeli barang kebutuhan pokok. Sisanya disimpan dalam bentuk emas yang dia beli di salah satu toko emas di Karawang.

Namun begitulah kiranya. Pepatah yang mengatakan rezeki yang didapatkan secara mudah akan hilang pula secara mudah ternyata berlaku juga bagi Robi. "Karena saya merasa, kalau tabungan sudah habis saya tinggal menggali lagi. Akhirnya, harta saya pun habis juga," tutur Robi.

Kini, setelah ditinggal mati istrinya dan anak semata wayangnya telah pula menikah, Robi tinggal sendiri di atas tanah sewaan milik dinas pengairan yang harus dia bayar Rp 80.000 setiap tahunnya. Harta galian yang masih sisa di rumahnya hanyalah mata tombak, kalung keramik, dan periuk nasi. Sebagai kenang-kenangan, Robi juga masih menyimpan alat penggali bernama cater, yang dia bikin dan namai sendiri. Alat gali ini mirip senjata rencong.

"Dengan alat ini saya bisa menggali lebih mudah. Jari-jari saya tidak bakal terkena karang dan batu yang banyak saya temui di lobang galian," kenang Robi.

Sepengetahuan Robi, kelompok-kelompok pemburu bekal kubur ini tersebar di hampir tiap kampung seputar Kecamatan Tempuran. Misalnya di Kedung Ringin, Wangkal, Gowok Glatik, Dongkal, Cikunir, Sambi Batu, Talun Dadap, dan Blendung.

(Sumber asli: oase.kompas.com
blog comments powered by Disqus
Related Posts with Thumbnails
^ Kembali ke atas